Dahulu ada semacam pendapat bahwa mereka adalah preman jalanan. Namun, perlahan-lahan stigma yang berkembang di masyarakat itu adalah salah dan lambat laun komunitas punk mulai memperlihatkan kontribusinya kepada masyarakat.
Itulah pemaparan singkat mengenai keadaan komunitas punk yang dikatakan Mujib, salah seorang pentolan punk dari komunitas Taring Babi.
Pria berambut gondrong itu menyatakan bahwa punk itu awalnya merupakan gerakan anti-kemapanan dengan semangat berdikari.
"Yah, intinya selama masih ada semangat perlawanan, di situlah semangat dari punk akan tetap ada," ujar pria yang tidak pernah tinggal menetap ini.
Lain lagi pendapat dari Andhi. Pemuda asal Magetan ini mengatakan bahwa punk merupakan perlawanan terhadap kultur budaya yang populer.
"Punk itu merupakan pilihan hidup bagi yang menyakini, terutama mereka yang menghendaki kemandirian," ujar Andhi yang baru dua tahun menetap di Jakarta.
Andhi menambahkan, komunitas punk yang tertanam dalam benak masyarakat adalah merupakan murni pandangan yang salah.
Kostum hitam-hitam, rambut mohawk, celana street dan sepatu bot merupakan aksesoris lazim yang biasanya dipakai oleh anak-anak punk. Namun, mereka sekarang tidak terjebak dengan penampilan seperti itu.
"Dandanan seperti itu di mata punk tidak ada apa-apanya," lanjut Mujib.
Argumen Mujib juga diamini oleh Andhi. Andhi melihat banyak orang sekarang memakai aksesoris punk, tetapi tidak mengenal esensi dari punk itu sendiri.
"Menjadi punk itu mudah, tinggal beli baju robek-robek bisa aja itu dinamakan punk, tapi menjalani kehidupan punk itu sulit dan harus memegang filosofinya betul-betul," lanjut pemuda berbadan tambun ini.
Memang setiap dandanan tersebut ada maknanya, contohnya rambut mohawk sebagai bentuk penghormatan kepada suku Indian yang tertindas di Amerika dan sepatu bot sebagai penghormatan kepada kelas pekerja atau buruh yang awalnya sering memakai sepatu itu.
"Ada orang yang berbaju punk hanya hari-hari tertentu saja, berarti dia punk secara kultur atau ’fashion’ saja belum menjadi punk secara pemikiran," tambah Mujib.
Pemuda Urakan nan Kreatif
Semenjak komunitas punk masuk di Indonesia, mereka kemudian berkembang pesat. Komunitas Taring Babi misalnya berdiri sejak 1996. Dan diduga jumlah mereka sangat banyak karena hampir di tiap kota di Indonesia mereka mempunyai pengikut.
"Indonesia itu menjadi nomor satu dari banyaknya komunitas punk di dunia selain Brazil dan Polandia," klaim Mujib yang perkataannya didasari dari penelitian sebuah majalah yang berbasis di Amerika.
Komunitas punk ini juga berkembang dari para kelas menengah karena akses informasi dengan mudah didapatkan di sana. Kemudian berkembang ke kelas menengah ke bawah karena di sanalah banyak dari mereka yang tertindas oleh kemajuan zaman.
Namun, mereka kemudian bisa bertahan dan bahkan berkembang karena semangat yang mereka tawarkan.
Pada awal masuk ke Indonesia, komunitas punk memplesetkan perkataan "punk" itu sendiri dengan kepanjangan "pemuda urakan nan kreatif".
Konsep inilah yang membuat punk bisa bertahan. Banyak sekali proses kreatif yang mereka lakukan.
"Banyak dari (teman-teman komunitas) kita yang menulis buku dan melukis bahkan membuat komunitas studi," ujar Mujib yang bekerja sebagai editor paruh waktu di berbagai penerbit di ibu kota.
Bahkan, mereka membuat banyak konsep baju dan membuat kelompok band dengan mengedarkan album sendiri dengan biaya sendiri.
"Inilah semangat pembangkangan yang kita lakukan, bebas tapi tidak menganggu orang lain," ujar Mujib yang telah membaca buku-buku karya Karl May semenjak SD.
Bisa jadi, inilah konsep awal dari distro-distro yang telah menjamur belakangan ini di kota-kota besar di Indonesia.
"Kita hidup dari komunitas kita sendiri (dengan) memproduksi kaus, emblem bahkan album rekaman dan itu tidak merugikan orang lain kan," yakin Andhi yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.
Latar belakang kehidupan punk yang bermacam-macam inilah yang membuat mereka unik. Ada yang menjadi pelajar, mahasiswa, dosen, pemain band, penerbit buku bahkan seperti Andhi yang pegawai negeri sipil. Inilah sumber kreativitas mereka karena tidak tergantung dari pemikiran yang sama, tetapi mempunyai semangat yang sama atas kemandirian.
Banyak sekali kontribusi lain yang diberikan seperti membersihkan kali atau musala yang rutin mereka lakukan bahkan di Yogyakarta kelompok Taring Padi memberikan pelajaran Bahasa Inggris, les gambar, dan membuka perpustakaan umum dengan tujuan mendekatkan komunitas punk dengan masyarakat.
Bagikan